"aku membenci laki-laki itu.. andai saja ada pertemuan, hal pertama yang akan ku lakukan adalah menumpahkan kebencian dan emosi ku pada nya.. aku tidak pernah merindukannya, karena rasa rindu itu hilang seiring jalannya waktu... rasa benci yang timbul, saat aku tak lagi menemukannya di pagi hari ku.." orang menyebutkan pada ku, bahwa laki-laki itu di panggil dengan kata "AYAH".... dia selalu menemaniku sarapan, duduk ujung meja. Cerita yang mengantarkanku menyambut pagi dengan riang.. Iringan langkah nya menuntunku menapaki tangga bus yang menjemputku untuk menimba benih ilmu....
Dipagi berikutnya, dia menghilang tanpa pamitan kepada ku... "
Sebersit kenangan hadir di ingatannya, mengukir senyum diujung bibir nya, meski akhirnya terlihat getir.. Cerita pahit dari seorang remaja yang mencoba memutar kaset lama dimasa kecilnya... Tidak hanya dia, kurasa begitu banyak yang akan membuat kalimat yang jauh lebih getir dan emosional dibanding remaja wanita yang ada di hadapanku saat ini.
Pertanyaan yang timbul adalah "mengapa"... Mengapa sang ayah pergi..?? mengapa sang ayah tak kembali...?? Mengapa sang ayah tak mengucapkan satu kata sebelum dia melangkahkan kaki?? ada beribu tanya "mengapa"...
Memang, tak ada masalah di rumah itu? tapi apakah anak tahu apa yang terjadi dalam ruang kubus yang dihuni oleh pasangan hidup yang disebut orang tua...
 Anak cuma tahu, bahwa lelaki paruh baya itu tidak lagi berada ujung meja yang terlihat sangat jelas dimata..Sebagai anak, yang hanya tahu, kita kehilangan rasa renyah dalam tawa yang menemani santap pagi. Menapaki langkah sendiri menuju jemputan yang tak lagi bisa disambut dengan ceria... Hingga hari ini, tidak ada satu alfabet yang dirangkai untuk bicara. karena "aku tak tahu dan tak mau tahu, laki-laki (ayah) dimana".
Aku merangkai cerita dalam otakku, dan terucap dalam bisik ku...
Ketika ayah pergi, sang anak memberikan kesempatan untuk rasa benci itu "mengendap" di dasar hati... Tapi, apa pernah kita bertanya pada hati, limit waktu "rasa benci" boleh tetap tinggal, sampai kapan..??
Mengapa sebagai sang anak kau tidak mencoba jujur, menyingkapi rasa rindu pelukan tangan kekarnya!!!
Andai satu saat, pria paruh baya itu datang, berikanlah ia kesempatan untuk mengetahui betapa kecewa nya kau padanya, betapa sering kau melewati tangis tanpa air mata hanya berharap kehadirannya. dia tersiksa tanpa harus menjadi terdakwa.
Setiap tindakan menjalani proses pertimbangan untuk dilakukan.Maka, ayahmu pun menjalani proses itu. Berikan dia kesempatan, merangkai kata demi kata. Menjelaskan, bahwa ia merangkai kepingan hati dalam derap langkahnya meninggalkan "malaikat kecil" dihidupnya. Dia juga berdiri tertatih dari jatuhnya saat teringat bahwa dia meninggalkan wanita yang dicintai "setengah jiwanya"..
Hukumlah karena dia tidak bicara padamu, peluklah dia karena menjalani proses itu tanpa berbagi denganmu.
=== Dia masih harus kau panggil "ayah"..kaum adam yang tidak lagi remaja, kau kenal dimasa kecil mu.. dia tetap harus kau panggil "ayah" meski ada beribu kesalahan yang harus kau koreksi dan ENTER....
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar