Senin, 08 April 2013

Karangan : Liburan ke kampung Halaman #PakPolisi

Aku paling tidak bisa mengarang. Seingatku, dihari pertama sekolah setelah liburan, guru bahasa selalu "ingin tahu" apa saja yang terjadi saat liburan, entah dirumah nenek atau dimanapun siswanya berlibur, dan aku salah satunya hanya bercerita bahwa aku menikmati waktu menanam cabe bersama nenekku di ladang serta diomeli karena mandi di kolam ikan depan rumahnya.

Kali ini cerita liburanku beda! Bukan mengarang, karena cerita ini sedikit memberi "tamparan' untuk mereka yang sok-sok'an di balik seragam.
Persis seminggu lalu, aku menerbangkan tubuhku pulang ke tanah kelahiran. yang menyebalkannya itu tak bisa ku sebut liburan, karena cuma 3 hari. Bisa dibayangkan.
Dihari ke 3, aku dan beberapa saudara beranjak keluar rumah untuk wisata kuliner. ternyata aku bertemu dengan aparat yang sangat rajin dinas di hari minggu. ya, Minggu. seolah-olah aku menginginkan rasa iba muncul karena mereka masih saja berkeliaran di jalan, padahal yang lain sibuk bergelayutan manja dalam pelukan keluarga. Tapi, kali ini motifnya bukan dinas, tapi "dinas".

Inti kejadiaannya, ada 2 motor yang ditilang bersamaan denganku. dengan dalih, jalan yang di lewati forbidden. Aku menjawab dengan santunnya bahwa sang polisi terhormat itu memberhentikan motor didepanku, dan tidak melihat jalur yang aku lalui, hanya saja meminta surat kendaraanku karena aku ikut berhenti karena heran mengapa motor depan (saudaraku) diberhentikan.

Pointnya adalah : mengherankan ketika kutanya mengapa bapak polisi yang terhormat tidak memberhentikan juga mobil yang jelas-jelas ada di depan matanya?. Jawabannya pintarnya adalah jika dia memberhentikan mobil, motor akan lepas, kata polisi 2. LUCU, dan saya tertawa. Jawaban yang paling kocak adalah sang polisi 1 tidak melihat mobil tersebut. Dan aku menjawab semua omongan mereka berdua dengan pernyataan jika ingin menerapkan peraturan berlaku adil, semuanya tilang bukan tebang pilih dan bukan tidak mungkin untuk tambahan uang saku.

Perang mulut itu berakhir dengan tantanganku untuk mereka dengan membuatkan surat tilang, dan penyelesaiaanya surat-suratku kembali tanpa ada surat tilang.

---------
Lalu, jika ku sebut keganjilan, mengapa harus tebang pilih? Mengapa dihari minggu? Mengapa bukan mengatur lalu lintas? Mengapa Polisi 1 mencari "mangsa" dan polisi 2 menunggu dengan manisnya di pos polisi? Mengapa juga ada 2 orang aparat lagi yang duduk di warung tidak jauh dari pos polisi tersebut dengan operasi yang sama? Lalu, mengapa tidak membuatkan surat tilang jika memang ada pelanggaran yang dilakukan pengendara?

Dengan sinis, aku berimajinasi, gajinya kurang, lalu bawa uang segepok lengkap dengan "kutukan" mangsanya untuk uang yang mereka keluarkan. Menakuti "mangsa" dengan seragam yang "mereka" pakai, sehingga damai di tempat, 50.000 masuk kantong celana.
Meski di perantauan (ibukota) aku menemukan mereka yang sangat jauh lebih baik.

Jadi, tak perlu takut jika pun surat tidak lah lengkap,Mari, bantu mereka untuk membawa uang yang berkah sehingga uang itu menjadi daging yang halal buat anak istrinya. Kadang, rasa malas untuk berurusan dengan birokrasi dan pengadilan merayu manusia untuk "bayar ditempat".

Tidak ada komentar: